Kansa menutup buku hariannya dengan senyum kecil yang menghiasi bibirnya. Ia baru saja menulis tentang perasaannya pada Mujib, cowok yang selalu membuat hatinya berdebar setiap kali bertemu. Mujib, sosok yang pendiam dan selalu tampak tenang, berhasil mencuri perhatian Kansa sejak mereka duduk di bangku yang sama di kelas. Namun, ada sesuatu yang berbeda hari ini. Saat Kansa tidak sengaja melirik, ia mendapati Mujib sudah menatapnya terlebih dahulu—dengan senyuman. Senyuman itu membuat hati Kansa berdebar kencang.
Pikiran Kansa terus melayang-layang sepanjang hari. Mungkinkah Mujib punya perasaan yang sama? Atau mungkinkah itu hanya khayalannya saja?
Di sekolah, Kansa mulai merasa gugup setiap kali berada di dekat Mujib. Di saat yang bersamaan, teman-temannya mulai memperhatikan perubahan pada dirinya.
"Kansa, akhir-akhir ini kamu sering banget bengong. Lagi mikirin siapa?" tanya Aisyah, sahabatnya, dengan nada menggoda.
Kansa tersentak dan tersipu malu. "Ah, enggak kok, cuma kepikiran ujian minggu depan."
Namun, Aisyah tidak mudah percaya. "Jangan bohong, pasti ada yang lain! Jangan-jangan... Mujib, ya?"
Mendengar nama itu, wajah Kansa langsung memerah. "Ssst, jangan keras-keras! Gak ada apa-apa kok."
Aisyah tersenyum penuh arti. "Oke, kalau gitu. Tapi kalau memang kamu suka sama dia, coba deh kasih tanda-tanda. Siapa tahu dia juga punya perasaan yang sama."
Kansa terdiam, memikirkan saran Aisyah. Mungkin benar, mungkin Mujib juga menyukainya. Apalagi, senyuman manis itu... Kansa tidak bisa melupakan tatapan matanya.
Namun, saat harapan Kansa mulai tumbuh, sebuah kabar mengejutkan sampai ke telinganya. Di kantin, Kansa mendengar beberapa teman sekelasnya berbicara tentang seseorang yang akan memberikan bunga kepada Mujib.
"Dengar-dengar, ada cewek dari kelas sebelah yang suka banget sama Mujib. Dia bakal kasih bunga pas jam pulang nanti," kata salah satu temannya.
Hati Kansa seketika mencelos. Perasaannya yang semula berbunga-bunga kini berubah menjadi kekhawatiran. "Siapa ceweknya?" Kansa bertanya dalam hati. Rasa takut kehilangan Mujib mulai merayap dalam dirinya.
Sepanjang pelajaran terakhir, Kansa tak bisa berkonsentrasi. Pikirannya terus dipenuhi oleh bayangan cewek lain yang akan memberikan bunga kepada Mujib. Apakah Mujib akan menerimanya? Apakah dia menyukai cewek itu? Pikiran-pikiran itu membuat Kansa gelisah.
Saat bel pulang berbunyi, Kansa tidak segera beranjak dari tempat duduknya. Ia mengintip dari jendela kelas, memperhatikan gerak-gerik Mujib. Dan benar saja, seorang gadis dari kelas sebelah datang menghampiri Mujib dengan sebuah buket bunga di tangannya.
Jantung Kansa berdetak kencang. Ia tidak berani melihat lebih lama, namun sesuatu di dalam dirinya membuatnya tetap terpaku. Gadis itu memberikan bunga kepada Mujib sambil tersenyum malu-malu. Kansa merasa hatinya hancur seketika.
Namun, yang terjadi selanjutnya membuat Kansa terkejut. Mujib menolak bunga itu dengan lembut. Ia tersenyum ramah, namun jelas sekali ia tidak menerima perasaan gadis tersebut. Kansa menyaksikan semuanya dengan perasaan campur aduk—lega, tapi juga masih dipenuhi ketidakpastian.
Malam harinya, Kansa merenung. Apakah ini kesempatan baginya untuk lebih dekat dengan Mujib? Tapi bagaimana jika Mujib juga menolaknya, seperti gadis tadi?
Keesokan harinya, di sekolah, Kansa berusaha untuk tidak memikirkan hal itu. Namun, saat sedang berjalan di koridor, tiba-tiba Mujib menghampirinya.
"Kansa," panggil Mujib lembut
Kansa berhenti, jantungnya seakan berhenti berdetak. "I-iya?"
"Ada yang mau aku omongin. Kamu punya waktu?" tanyanya sambil tersenyum.
Tanpa sadar, Kansa mengangguk. Mereka berdua berjalan ke halaman belakang sekolah yang sepi. Di sana, Mujib tampak ragu sejenak sebelum akhirnya berkata, "Aku tahu ada yang aneh akhir-akhir ini. Kamu sering menghindar, kan? Apa aku melakukan sesuatu yang salah?"
Kansa terkejut. "Bukan begitu, aku... aku cuma bingung."
Mujib tersenyum, senyuman yang selalu membuat Kansa salah tingkah. "Sebenarnya, aku juga punya perasaan yang sama. Sudah lama aku pengen bilang, tapi aku nggak tahu gimana caranya."
Kansa membelalakkan mata. "Kamu... punya perasaan yang sama?"
Mujib mengangguk. "Iya. Dan aku nggak mau ada yang salah paham. Aku nggak suka cewek yang kemarin ngasih bunga itu. Aku cuma... suka kamu."
Hati Kansa seakan melayang. Semua kekhawatiran dan ketidakpastian lenyap dalam sekejap. Mereka saling bertatapan, dan untuk pertama kalinya, Kansa merasa semua perasaan terpendamnya terjawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar