Selasa, 03 September 2024

Hanya untuk Dikagumi

 


Di sebuah sekolah menengah yang ramai, Isna, yang akrab dipanggil Isnul oleh teman-temannya, menjalani hari-harinya dengan senyum yang tak pernah pudar. Namun, senyum itu bukanlah tanpa alasan. Ada satu sosok yang selalu menghiasi pikirannya—Andre, cowok dari kelas lain yang telah mencuri seluruh perhatiannya.

Isnul tak bisa mengabaikan bayangan Andre yang terus-menerus muncul di benaknya. Setiap kali dia teringat Andre, tanpa disadari, dia akan tersenyum sendiri, bahkan tertawa pelan seolah sedang menikmati sebuah lelucon yang hanya dia yang tahu. Teman-temannya sering keheranan melihat Isnul yang tiba-tiba tersenyum sendiri saat mereka sedang ngobrol. Mereka sering berkata, "Kamu tuh udah parah banget, Isnul, sampai segitunya sama Andre."

Tapi Isnul tak peduli. Baginya, mengagumi Andre adalah sebuah kebahagiaan tersendiri. Meski Andre sudah memiliki seseorang yang istimewa, Isnul tak pernah lelah untuk terus mengaguminya dari kejauhan. Baginya, melihat Andre setiap hari adalah sebuah keharusan. Ada sesuatu yang hilang jika sehari saja dia tak bisa melihat sosok cowok dengan rambut tebal, alis yang tegas, dan hidung yang sempurna itu. “Wow,” batin Isnul, setiap kali dia melihat Andre lewat.

Pagi itu, Isnul berangkat ke sekolah dengan semangat yang tak biasa. Di pikirannya, hanya ada satu tujuan—melihat Andre. Saat dia melangkah masuk ke gerbang sekolah, matanya langsung mencari-cari sosok Andre di antara kerumunan siswa. Dan ketika akhirnya dia melihatnya, Isnul tersenyum lebar, seperti mendapat suntikan semangat baru untuk menjalani hari.

Namun, Isnul tahu batasannya. Dia paham betul bahwa Andre bukan untuk dimiliki olehnya. Setiap kali perasaan kagum itu mulai berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam, Isnul mengingatkan dirinya bahwa Andre sudah ada yang punya. Dia pun tersenyum getir, menyadari bahwa perasaannya mungkin tak akan pernah terbalas.

Waktu berlalu, dan Isnul semakin terbiasa dengan rutinitasnya mengagumi Andre dari jauh. Setiap kali dia ingat Andre, saat makan, mandi, bahkan saat sholat, dia tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. "Duh, parah banget aku ini," gumam Isnul sambil menepuk pipinya sendiri, mencoba menghilangkan pikiran tentang Andre yang terus-menerus muncul.

Suatu hari, Isnul sedang duduk di bangku taman sekolah sambil menatap langit yang cerah. Tanpa dia sadari, Andre berjalan mendekat. Jantung Isnul berdebar kencang saat Andre tiba-tiba duduk di sebelahnya. Isnul mencoba tenang, namun senyum anehnya tak bisa ia sembunyikan.

"Hei, Isnul, lagi ngapain?" tanya Andre dengan suara ramah.

Isnul nyaris tak bisa menjawab. Ini adalah momen yang selalu dia impikan, namun dia tak pernah membayangkan itu akan benar-benar terjadi. "Nggak… nggak ngapa-ngapain, cuma… ya, duduk-duduk aja," jawab Isnul gugup.

Andre tersenyum, lalu melanjutkan, "Kamu sering sendiri ya di sini? Aku sering lihat kamu duduk di sini sendirian."

"Ah, iya, aku suka suasana di sini, tenang," kata Isnul, berusaha mengendalikan debaran jantungnya.

Percakapan itu singkat, namun bagi Isnul, itu sudah lebih dari cukup. Saat Andre pergi, Isnul kembali tersenyum, kali ini lebih lebar dari biasanya. Meski tahu bahwa Andre tak akan pernah menjadi miliknya, Isnul merasa cukup dengan bisa mengaguminya setiap hari, dan sesekali, berbicara dengannya.

Dan begitulah Isnul menjalani hari-harinya, dengan hati yang selalu terisi oleh kekagumannya pada Andre. Dia tahu bahwa Andre tercipta bukan untuk dimiliki olehnya, melainkan hanya untuk dikagumi dari kejauhan. Tapi bagi Isnul, itu sudah cukup untuk membuatnya merasa bahagia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makan Tuh Janji

  Langit sore menyala jingga, meneteskan cahaya terakhir sebelum malam datang. Talita berdiri di teras rumah, melipat tangannya dengan waja...