Azizah adalah seorang remaja kelas 9 di sebuah SMP. Seperti kebanyakan teman-temannya, ia sering menghabiskan waktu di luar sepulang sekolah. Hampir setiap hari, ia bersama teman-temannya bermain ke taman atau ke mal, mengejar kesenangan yang membuatnya lupa akan waktu.
Awalnya, Azizah selalu mengingatkan dirinya untuk pulang sebelum terlalu sore, mengerjakan tugas, dan yang paling penting, menjalankan salat. Namun, seiring berjalannya waktu, kesenangan bersama teman-temannya mulai menggerus kebiasaannya. Setiap kali ia melihat jam dan sadar waktu salat sudah lewat, ia meremehkannya dan berpikir, “Nanti saja. Toh, besok masih ada kesempatan.”
Ketika sampai di rumah, ibunya selalu bertanya, “Nak, sudah salat belum?” Azizah akan menjawab dengan cepat, “Sudah, Bu.” Namun, suatu ketika, sang ibu mulai curiga. Azizah pulang tanpa membawa mukena dan terlihat tidak ada tanda-tanda ia habis melaksanakan ibadah. Tapi, karena sayang pada anaknya, sang ibu tidak langsung menegur. Ia berharap Azizah akan menyadari kesalahannya sendiri.
Hari-hari berlalu, dan kebohongan Azizah terus berlanjut. Ia semakin asyik dengan teman-temannya, menjauh dari kewajiban-kewajiban ibadahnya. Hingga pada suatu hari, ibunya jatuh sakit. Meski kondisinya lemah, sang ibu tetap berusaha menyapa anaknya dengan senyuman setiap kali Azizah pulang.
Namun, saat sakit ibunya semakin parah, Azizah malah semakin jarang di rumah. Ia sibuk dengan teman-temannya, mencari kesenangan di luar. Ia tidak menyadari bahwa ibunya semakin hari semakin butuh perhatiannya. Setiap kali sang ibu meminta tolong untuk ditemani, Azizah akan beralasan, “Teman-teman sudah menunggu, Bu.”
Suatu sore, ketika Azizah pulang, suasana rumah begitu sepi. Tidak ada suara televisi, tidak ada suara ibunya yang biasa menyapa. Azizah masuk ke kamar ibunya dan menemukan ibunya terbaring lemah. Mata ibunya menatapnya dengan sendu.
“Nak…,” bisik ibunya dengan suara parau, “Ibu hanya ingin kamu dekat sama Allah. Ibu selalu doakan kamu supaya jadi anak yang baik. Tapi belakangan ini… Ibu sedih….”
Azizah terdiam, hatinya seperti disayat. Air mata mulai membasahi pipinya. Ia merasakan beban berat di dadanya. Semua kebohongannya, semua waktu yang ia sia-siakan untuk bersenang-senang, kini terasa menghantuinya.
“Ibu… Maafkan Azizah, Bu…,” suaranya gemetar, “Azizah janji akan berubah. Azizah janji akan kembali mendekatkan diri sama Allah.”
Dengan senyum lemah, ibunya mengangguk pelan. “Ibu selalu percaya kamu bisa, Nak. Tapi ingat, jangan biarkan kesenangan dunia membuatmu lupa akan kewajibanmu.”
Sejak hari itu, hidup Azizah berubah. Ia mulai memahami bahwa kebahagiaan yang sesungguhnya tidak datang dari kesenangan sesaat, tetapi dari rasa tanggung jawab dan kedekatannya kepada Allah. Ia tidak lagi berbohong kepada ibunya, dan yang terpenting, ia mulai menjaga salatnya dengan baik.
Azizah belajar dari kesalahannya, dan ia berjanji dalam hatinya, tidak akan pernah lagi melupakan janji-janji yang ia buat, baik kepada ibunya maupun kepada Allah.
**Pesan Moral:**
Terkadang, kesenangan dunia bisa membuat kita lupa akan kewajiban kita sebagai umat beragama. Namun, kesenangan tersebut hanyalah sementara. Yang abadi adalah hubungan kita dengan Allah dan kasih sayang keluarga. Jangan pernah abaikan salat dan ibadah, karena itu adalah kunci kehidupan yang bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar