Di bawah langit senja yang mulai memerah, Najwa duduk di beranda rumahnya. Matanya menatap lurus ke depan, namun pikirannya berkelana jauh, penuh dengan rasa benci. Kebenciannya pada Reno, lelaki yang pernah membuatnya percaya, sudah begitu mendalam hingga setiap kali mendengar namanya, detak jantungnya seolah berubah menjadi gemuruh badai.
"Najwa, aku dengar Reno tertarik sama kamu," ujar Naewa, sahabat terdekatnya, saat mereka sedang berjalan pulang dari sekolah beberapa hari yang lalu.
Najwa menoleh dengan tatapan tajam. "Jangan bercanda, Naewa. Aku benci dia," suaranya dingin.
Naewa terkekeh, seolah tidak mengindahkan ketegangan yang jelas di udara. "Kebencian itu bisa berubah jadi cinta, tau? Hati-hati loh!"
Mendengar itu, Najwa meledak. "Apa maksudmu?! Aku tak pernah akan jatuh cinta pada orang sepicik dia!"
Naewa terdiam. Dia tak menyangka Najwa akan bereaksi sekeras itu. Namun, dia hanya tersenyum kecil, memilih untuk tidak memperpanjang perdebatan. Tapi Najwa terus bergelut dengan pikirannya sendiri, mengingat semua hal yang membuatnya membenci Reno.
Reno bukan orang asing bagi Najwa. Mereka satu sekolah, sering bertemu di berbagai acara, dan bahkan pernah mengerjakan beberapa proyek bersama. Di mata orang lain, Reno adalah sosok yang kharismatik, ramah, dan selalu bisa mencairkan suasana. Tapi di mata Najwa, dia hanyalah seorang pengecut yang selalu bersembunyi di balik senyum palsunya.
Suatu hari, ketika mereka masih saling kenal secara baik, Reno pernah membuat janji besar. Dia berjanji akan membantu Najwa dalam salah satu proyek pentingnya. Namun, di saat-saat krusial, Reno menghilang tanpa kabar. Proyek itu gagal, dan Najwa merasa dipermalukan. Sejak itu, Najwa menyimpan dendam.
Beberapa minggu berlalu sejak Naewa mengungkapkan hal yang membuat Najwa geram. Kabar bahwa Reno tertarik padanya membuat darah Najwa mendidih. Dia tidak percaya seseorang seperti Reno bisa berani memikirkan hal itu.
Di sisi lain, Reno sendiri tidak menyadari kebencian mendalam Najwa. Hingga suatu hari, Putra, sahabat Reno, memberitahunya. "Bro, gue denger kabar kalau Najwa benci banget sama lo. Gimana tuh?"
Reno mengernyit. "Serius? Gue nggak pernah merasa ngelakuin hal buruk ke dia."
"Ya, mungkin ada hal yang lo nggak sadar, Ren. Gue cuma ngasih tahu biar lo siap-siap."
Reno mulai berpikir ulang tentang semua interaksi mereka di masa lalu. Mungkin ada sesuatu yang dia lewatkan. Tapi, di sisi lain, dia masih merasa ada ketertarikan yang tak bisa dijelaskan pada Najwa. Meskipun sekarang, semuanya terasa jauh lebih rumit.
Satu sore, Reno memutuskan untuk mengakhiri kebingungannya. Dia menunggu Najwa di luar sekolah mencoba mencari momen untuk berbicara dengannya. Najwa, yang keluar bersama Naewa, langsung berhenti saat melihat Reno di depannya.
"Najwa, gue mau ngomong," kata Reno dengan suara rendah tapi tegas.
Najwa hanya menatapnya dengan dingin. "Ngomong apa lagi? Gue nggak ada urusan sama lo."
"Gue denger lo benci sama gue. Gue nggak tahu apa yang salah, tapi gue mau jelasin—"
"Jangan buang waktu gue, Reno! Gue benci lo, titik!" teriak Najwa, membuat beberapa orang di sekitar mereka menoleh.
Reno menahan napas. "Gue nggak mau lo salah paham. Gue pernah bikin kesalahan, tapi gue nggak pernah punya niat buruk sama lo."
Najwa mendekat, menatap mata Reno dengan penuh kebencian. "Lo pikir cuma minta maaf bakal nyelesain semuanya? Gue nggak peduli! Lo nggak penting buat gue!"
Naewa, yang berdiri di samping Najwa, mencoba menenangkan sahabatnya. "Najwa, cukup. Dia cuma mau jelasin..."
"Lo juga diam!" Najwa membentak, membuat Naewa terkejut. Untuk pertama kalinya, Najwa membentaknya di depan orang lain. Naewa tak percaya sahabat yang dia kenal bisa berubah seganas ini.
Mata Naewa berkaca-kaca. "Najwa, gue cuma mau bantu lo. Jangan biarkan kebencian lo menghancurkan persahabatan kita."
Najwa terdiam, sadar bahwa dia telah melampaui batas. Namun, kebenciannya pada Reno masih terlalu kuat, mengaburkan logika dan perasaannya. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia berbalik dan pergi, meninggalkan Reno dan Naewa yang terluka.
Di perjalanan pulang, Najwa menangis. Bukan karena Reno, tapi karena dirinya sendiri. Naewa benar. Kebenciannya yang begitu dalam pada Reno mulai mengubahnya menjadi seseorang yang dia benci. Dia membenci dirinya sendiri karena membiarkan perasaan itu menguasainya.
Sementara itu, Reno hanya bisa terdiam. Dia tak pernah mengira kebencian Najwa padanya akan sebesar ini. Tapi dalam hatinya, dia tetap yakin ada alasan yang lebih dalam di balik semua ini. Mungkin kebencian itu bukan hanya tentang kegagalan proyek. Mungkin, ada sesuatu yang lebih personal, sesuatu yang belum pernah mereka ungkapkan.
Naewa yang melihat keduanya terluka, tahu satu hal. Kebencian memang bisa memakan segalanya, bahkan hal yang baik di dalam hati seseorang.
Dan Najwa? Mungkin, kebencian itu tidak akan bertahan selamanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar