Kelas telah sepi, dan hanya suara riuh dari kantin yang mengisi ruang kosong itu. Aku menatap Cahyo yang duduk di sampingku, merasa campur aduk antara senang dan cemas. Pagi ini, aku sengaja meminta Cahyo untuk tetap di kelas, sementara teman-temannya sudah melesat ke kantin. Aku tahu betul betapa dia menginginkan bergabung dengan teman-temannya, tapi aku tak bisa menahan keinginan untuk berbagi momen ini hanya dengan dia.
"Aku minta maaf sudah menahan kamu dari kantin," kataku sambil membuka kotak bekal yang disiapkan mamahku. "Aku cuma ingin makan bareng kamu."
Cahyo menatap bekal itu dengan senyuman lembut di wajahnya. "Kamu tahu, aku sebenarnya sudah merencanakan untuk ke kantin. Tapi kalau ini penting buat kamu, aku akan tetap di sini."
Aku merasa sedikit bersalah, karena dalam hati aku tahu betapa pentingnya waktu bersosialisasi bagi Cahyo. Aku mengangkat sendok dengan penuh perhatian, berusaha untuk tidak menunjukkan betapa senangnya aku karena dia menemaniku.
Saat kami mulai makan, Cahyo mulai berbicara. "Jadi, ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan? Aku rasa ada yang berbeda dari biasanya."
Aku menatapnya, merasakan jantungku berdebar lebih cepat. "Sebenarnya, aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu. Tidak ada yang spesial, cuma aku senang saat bersamamu."
Cahyo tersenyum, dan matanya bersinar dalam cahaya matahari yang menerobos jendela. "Kamu tahu, kadang-kadang hal-hal kecil seperti ini bisa berarti lebih daripada yang kita bayangkan."
Kami terus berbicara, mengobrol tentang berbagai hal sembari menikmati bekal sederhana namun istimewa itu. Suasana yang awalnya terasa canggung perlahan-lahan menjadi lebih akrab. Setiap kali Cahyo tertawa atau tersenyum, rasanya seperti dunia di sekitar kami menghilang.
Ketika makanan hampir habis, Cahyo menatapku dengan serius. "Aku tidak pernah menyangka, bahwa menghabiskan waktu seperti ini bisa terasa begitu berharga."
Aku mengangkat kepala dan bertemu tatapannya. "Aku juga tidak pernah menyangka kalau aku akan merasakan hal seperti ini saat hanya makan bekal. Tapi saat bersamamu, rasanya seperti semuanya jadi lebih berarti."
Ketika bel berbunyi dan kelas mulai kembali dipenuhi siswa, Cahyo berdiri dan meraih tanganku. "Aku senang bisa ada di sini bersamamu. Terima kasih sudah membuatku merasa spesial."
Aku merasa hangat di dalam hati, merasa semua keegoisan yang kupunya terbayar dengan kebahagiaan yang sederhana ini. Kami berdua keluar dari kelas, meninggalkan momen kecil namun berharga yang hanya kami berdua yang tahu betapa istimewanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar