ULANGAN
BAHASA INDONESIA (KE-3)
Cerpen Karangan: Fitri Nur Fadilah
Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Keluarga, Cerpen Mengharukan
Lolos moderasi pada: 6 Mei 2017
Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Keluarga, Cerpen Mengharukan
Lolos moderasi pada: 6 Mei 2017
MALAIKAT KECIL
“Ayah, ayok kita naik gajah
bledug!” Kata Ara bersemangat.
“Tapi Ara harus cium dulu pipi ayah,” balas suamiku menggoda anak kami satu-satunya. Tanpa berpikir panjang, Ara pun menuruti kemauan ayahnya.
“Oke, kita berangkat!” Kata suamiku dengan senyum mengembang.
“Tapi Ara harus cium dulu pipi ayah,” balas suamiku menggoda anak kami satu-satunya. Tanpa berpikir panjang, Ara pun menuruti kemauan ayahnya.
“Oke, kita berangkat!” Kata suamiku dengan senyum mengembang.
Hari ini kami begitu
gembira. Taman bermain memang pilihan yang tepat untuk melepas kesedihan.
Walaupun matahari bersinar terik, tidak membatasi Ara mencoba wahana permainan
yang ada. Begitupun dengan suamiku, ia tak lelah mengikuti setiap keingin anak
kami. Diam-diam aku tersenyum dan bersyukur melihat kebahagiaan mereka.
Setelah wahana permainan
gajah bledug, istana boneka dipilih oleh Ara. Kami menaiki sebuah perahu yang
digunakan untuk menjelajahi istana. Perahu pun berjalanan pelan mengikuti
aliran air. Ara tersenyum kagum melihat boneka-boneka yang terpajang di setiap
sisi. Badannya yang mungil ikut bergerak seirama alunan musik di dalam istana
tersebut.
“Ayah, bunda pasti suka. Iya kan?” tanya Ara yang hanya dibalas anggukan oleh ayahnya, sementara aku hanya dapat tersenyum.
“Ayah, bunda pasti suka. Iya kan?” tanya Ara yang hanya dibalas anggukan oleh ayahnya, sementara aku hanya dapat tersenyum.
Perahu pun berhenti,
menandakan berakhirnya petualangan. Ara kembali berlari riang menuju wahana
permainan selanjutnya. Namun, langit menjadi tak bersahabat. Walau dalam terik
matahari, air hujan tiba-tiba turun dengan lebat.
Kami pun berteduh di sebuah
toko es krim. Banyaknya pengunjung, membuat tempat tersebut begitu bising.
Suara hujan yang deras seperti beradu dengan rengekan anak-anak yang ingin
membeli es krim. Alih-alih seperti anak seusianya, Ara mengeluarkan sebuah
payung dari dalam tas mickey mousenya.
“Ini ayah. Kita masih terkena air hujan,” kata Ara seraya memberikan payung merah muda.
“Kamu kapan menyiapkan payung, sayang? Ayah saja lupa”. Balas suamiku.
“Kata bunda, aku harus membawa payung agar kita tidak kebasahan jika hujan”. Jawab Ara, membuat aku dan suamiku tersenyum bangga.
“Terima kasih ya, Ara. Kamu mau es krim? Lihat mereka sedang memakan es krim,” suamiku menunjuk beberapa anak kecil.
“Tidak. Kata bunda, Saat hujan aku tidak boleh memakan es krim. Jika aku sakit, pasti ayah dan bunda sedih”. Lagi-lagi jawaban Ara membuat aku dan suamiku terenyuh.
“Ini ayah. Kita masih terkena air hujan,” kata Ara seraya memberikan payung merah muda.
“Kamu kapan menyiapkan payung, sayang? Ayah saja lupa”. Balas suamiku.
“Kata bunda, aku harus membawa payung agar kita tidak kebasahan jika hujan”. Jawab Ara, membuat aku dan suamiku tersenyum bangga.
“Terima kasih ya, Ara. Kamu mau es krim? Lihat mereka sedang memakan es krim,” suamiku menunjuk beberapa anak kecil.
“Tidak. Kata bunda, Saat hujan aku tidak boleh memakan es krim. Jika aku sakit, pasti ayah dan bunda sedih”. Lagi-lagi jawaban Ara membuat aku dan suamiku terenyuh.
Setelah sekian lama,
akhirnya hujan pun berhenti. Kami lantas meneruskan perjalanan mengelilingi
taman bermain. Sore hari setelah hujan, membuat udara menjadi sejuk. Kicauan
burung pun menambah kebahagiaan. Seraya menunggu wahana permainan dihidupkan
kembali, kami mengunjungi sebuah restoran cepat saji.
Ara makan dengan begitu
lahap. Sementara, suamiku mulai lelah. Air mukanya terlihat sedih. Aku tidak
ingin mereka kembali bersedih seperti beberapa minggu yang lalu. Aku tidak tahu
cara untuk menghibur kesedihan suamiku, kecuali Ara. Seperti mengerti perasaan
ayahnya, Ara bergegas mencuci tangan dan bersiap untuk kembali melanjutkan
perjalanan.
Beruntung, wahana permainan pilihan Ara telah dapat digunakan. Dengan riang, Ara menggenggam tangan ayahnya menaiki salah satu tempat pada kincir raksasa. Air muka suamiku kembali seperti sebelumnya, tetapi masih tersirat kesedihan. Pada senja yang indah, kincir raksasa berputar membuat Ara menikmati pemandangan.
Beruntung, wahana permainan pilihan Ara telah dapat digunakan. Dengan riang, Ara menggenggam tangan ayahnya menaiki salah satu tempat pada kincir raksasa. Air muka suamiku kembali seperti sebelumnya, tetapi masih tersirat kesedihan. Pada senja yang indah, kincir raksasa berputar membuat Ara menikmati pemandangan.
Saat tempat kami berada di
puncak paling tinggi, tiba-tiba, suamiku meneteskan air mata, kemudian
menangis. Aku merasa frustasi, karena tidak dapat melakukan apa-apa. Namun,
Tuhan telah menjadikan Ara malaikat kecil. Ia menggenggam tangan ayahnya, lalu
mengusap air matanya.
“Ayah kenapa? Kangen sama
bunda, ya? Ayah jangan nangis. Ara janji gak akan nakal dan selalu jagain ayah.
Oh, ya. Kata bunda dari surga, walaupun udah meninggal, tapi bunda akan selalu
menjaga dan berada di samping kita. Jadi, ayah jangan nangis, ya.” Mereka
berpelukan dengan sangat erat. Terima kasih, Tuhan, karena telah menjadikan Ara
malikat kecil untuk selalu berada di samping ayahnya, suamiku. Aku bergumam
dalam hati, dengan senyuman terindah.
Jawablah Pertanyaan berikut ini!
1. Carilah kata
berantonim yang terdapat pada cerita tersebut!
2. Identifikasilah
kata sifat sikap yang t erdapat pada cerita di atas!
3. Sebutkan
tokoh dan karakternya!
4. Jelaskan
kelebihan dan kekurangan cerpen di atas!
5. Tuliskan
kembali cerita tersebut dengan singkat (1-2 paragraf)!
Kerjakan di kertas ulangan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar