Sabtu, 23 November 2019

SOAL-SOAL





SOAL KELAS DELAPAN 

file:///D:/SOAL/SOAAL%20PAS%20DAN%20UAS%202018-2019/SOAL%20PAS%20KELAS%208/LATIHAN%20SOAL%20SEMESTER%20GASAL%20KELAS%208.pdf   




SOAL KELAS SEMBILAN



UNTUK LATIHAN SILAKAN DIDOWNLOD. SEMOGA SUKSES

Jumat, 22 November 2019

PUISI (BARKODE QR)


KUMPULAN PUISI (ROMA DECADE)

     1.     Menyerah
Cerita keteladanan membuat aku merasa mual
Semua kurasa sudah cukup, aku ingin memuntahkannya
Mual dengan apa yang ada padaku
Memuntahkan semua yang menjadi milikku
Bagaimana bisa?
Atau hanya aku yang tidak bisa
Terdiam bagai patung, mencerna tanpa memperoleh makna
Dalam satu atau dua, mati menjadi lebih terpuji
Belajar lebih banyak untuk  mengerti tanpa berkuasa atas diri sendiri

2. Butir Mutiara Dari Pendosa

Aku pendosa, hilangkan taat untuk khianat
Memilih pergi dari tinggal untuk mati
Naluri memaksa aku untuk tetap seperti koloni
Liar, brutal
Aku pendosa
Mengemis, dalam iba yang dipandang sebelah mata
Takut, kecil tidak berarti
Mengais ampunan dalam sisa yang begitu memuakkan
Aku pendosa
Menitikkan air mata mutiara dalam kalut hati penuh emosi

3. Hakim Maha Adil
Untuk siapa semua kerja dan susah payah
Kabarnya ada ganjaran berupa surga dan neraka
Hingga lelah tidak lagi dapat dirasa, hingga sakit tidak lagi bisa mempengaruhi
Mereka bermaksud apa dengan kerja keras dan susah payah
Katanya ada segunung harta yang menjadi perebutan semua manusia
Untuk apa bumi sibuk tiada henti
Kami memiliki peta hidup sendiri-sendiri
Tentang pahala dan dosa, kami tidak peduli
Hidup menjadi baik agar hidupmu baik
Yang maha adil melihat dari langit yang begitu tinggi


4. Menaklukkan Rasa Sakit
Dalam dunia yang gelap, nyatanya tidak semua memerlukan cahaya
Dalam hamparan yang bisu, tidak semua telinga memerlukan alunan merdu
Mata menjadi menyala kepada apa yang telah bulat terkunci anak panah
Sayup-sayup musik tidak lagi penting, dalam hati telah bernyanyi lagu-lagu cambuk diri
Untuk bersujud kami berjuang
Melawan mata peluru dan anak panah bermesin
Hanya untuk bertamu ke rumah Tuhan kami
Satu langkah mungkin saja kami hanya mendapatkannya hari ini
Gerakan kecil membangunkan moncong meriam memilih kepala-kepala menempel tanah
Seperti kesiaan kalian terus menabur  lelah memberikan sakit pada kaum kami
Tidak ada keraguan, tidak punya rasa takut, berdiri diatas duri, sujud meski meteor menghujani


5. Esok Hari
Bilakah kau bertanya esok seperti apa dunia?
Ia yang lelah, ia yang terlalu banyak menjadi saksi
Dunia yang bosan, manusia terus mengucapkan kemunafikan
Tiang renta terus tergeruk oleh serakahnya
Bila bumi dihancurkan, kami telah membaca
Gunung dan kapas berterbangan
Kandungan yang gugur, kami menjadi lupa diri karena ngeri
Ampunan telah tertutup, hanya penyesalan yang membuat kita sama
Bila lah mana matahari lupa akan garis edarnya
Kata ampun sudah tidak lagi bermakna


6. Dalam Bumi Gelap
Tersihir, semua tertunduk karena malu
Sesaat, untuk kemudian kembali terjaga dan bertelanjang
Menari, mengucapkan mantra-mantra
Terselubung, gelap beratap sinar dari api abadi
Pantas saja Tuhan menjadi murka
Dalam bumi gelap,suara tangis tidak menjadi satu-satunya bunyi
Duka bukan pula satu-satunya rasa
Dalam bumi yang gelap
Manusia menjadi Tuhan untuk diri mereka sendiri


7. Ampunan Kembali
Tidak pernah kecewa aku meminta, tidak akan pernah ada kecewa untuk mengiba
Permohonan kepada langit yang disampaikan senandung merdu kesunyian
Titik embun menyentuh kering untuk pertama kali
Memberikan pengharapan hidup pada gersang
Sebuah benih berakar pada mulanya
Topan kencang tidak akan lagi menggoyangkan
Kini kuat laksana gunung menjulang
Tidak ada doa yang terbengkalai dalam daftar terkabulnya
Untuk yang terbaik semua akan menjadi baik

8. Hijau Ku Cinta
Pernahkah kau pahami tentang wangi saat gerimis membelai bumi
Rasa yang kuat seolah mengalun menyalami memberi damai
Pembawa harapan, menyinarkan keluh kesah
Padanya ada salam yang langit titipkan
Untuk mereka dengan tabah menguatkan sabar di setiap detik
Laju lembut, tak membiarkan satu lubang semut tanpa rejeki
Kau akan terpesona saat genangan hujan mulai surut
Terkumpul jauh hingga samudra luas
Bekas jejak subur adalah buang tangan


9. Tentang Mereka
Alkisah tentang mereka yang tidak lagi mengerti, ngeri menjadi di kala ambisi terus di isi

Dengan lahapan api, dengan mesin pemberani
Seperti tuli telinga yang dibawa sepanjang hari
Bisik angker tidak memundurkan tekat
Rupiah menjadi sesembahan  tuhan manusia yang sama
Tentang mereka dengan hati tak lagi peduli
Jiwa malang menjadi bergelimpangan mengakhiri suratan
Tertahan air mata akan mereka tumpahkan pada yang memberikan mereka hidup
Sesaat setelah iblis itu pergi


10. Atap Langit Berbintang
Berbaringlah aku pada tempat terdamai yang pernah aku singgahi
Dalam pakaian tercantik dengan wangi yang sangat senang untuk terus aku endus
Bila ada cermin mungkin tak akan aku menoleh langit
Terlalu sibuk dan takjub aku dengan apa yang menjadi milikku saat ini
Ini bukan malam perkawinan, aku mengerti
Gaun putih dengan riasan cantik meski tak nampak pantulanku di tanah hijau
Beratapkan langit berbintang satu-satunya saksi
Aku indah dalam kepungan peti mati


11. Malang
Bertahan dalam tanah tandus
Gerimis surga memberikan nafas sambungan yang tepat pada waktunya
Seketika kembali mencengkeram kejam bumi
Mencari perlindungan terkokoh menghindari sekarat kembali
Kemana rekan, kemana saudara
Hanya sendiri di tengah tanah gersang tidak berpenghuni
Tidak ada kumbang tidak akan nampak pelangi bunga
Tatapan mata adalah kuat ku, dan ku dapat dari bayangan ku sendiri pada pecahan kaca
Kemana suara tawa itu pergi
Aku menggeliat di tanah gersang tak ada yang menemani


12. Cerita Lama
Kala itu tak lagi langit memiliki rasa bahagia meski sedikit
Kabut seolah memiliki kuasa untuk mengisolasi
Jarak terbentuk pada kaum langit dan pertiwi
Semua yang keluar dalam mulut hanya terdengar kembali oleh sumber suara
Oleh penjagaan yang ketat, tidak ada yang melewati batas garis meski satu langkah saja
Beritanya itu soal ibu yang murka
Memuntahkan benci setelah sekian lama ia telan sendiri
Di tepi sebuah kubangan air, semakin menjadi lah amarah dan caci maki
Kabarnya cerita lama itu pun memberikan duka hingga ke negeri yang jauh di sana


13. Garang
Kejar-mengejar tanpa jeda
Mengular melewati semua yang bisa ia lenyapkan
Mengupas misteri dalam kotak sirkus tanpa lelucon
Mawar di tangan muncul duri dan melukai
Cerita ini soal dendam tidak hanya mengenai aku
Permohonan yang hilang tertelan rasa amarah yang lapar
Rata sudah kalian tidak ada
Aku kembali tenang seakan tidak terjadi apa-apa



Makan Tuh Janji

  Langit sore menyala jingga, meneteskan cahaya terakhir sebelum malam datang. Talita berdiri di teras rumah, melipat tangannya dengan waja...